Saturday, October 13, 2018

Bantah Telak Mardani Ali, Wanita Pendaki Pertama Everest Akhirnya Sampaikan Pesan ke Prabowo-Sandi

Ternyata bukan Prabowo Subianto orang pertama yang menaklukkan Gunung Everest, tapi seorang wanita asal Yogyakarta bernama Clara Sumarwati.

Clara Sumirwati ini juga bahkan sudah memberikan klarifikasinya menegaskan bahwa memang dirinyalah wanita pertama Indonesia dan Asian Tenggara yang berhasil mencapai puncak Gunung Everest tahun 1996.

Pada awalnya, kabar mengenai pendaki pertama puncak Everest viral di media sosial Twitter, terhitung sejak pernyataan Mardani Ali Sera di program TV, Mata Najwa, Rabu (10/10/2018).

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, ini menyebut bahwa penaklu

"Prabowo sudah membuktikan kualitasnya, 26 April 1997, ketika tidak ada satu orang pun dari Asia Tenggara yang mampu menaklukan Everest, Prabowo dengan tim kopasusnya mampu menaklukan gunung tertinggi di dunia. Itu ciri kepemimpinan utama. Prabowo punya kemampuan membereskan masalah," ujar Mardani Ali Sera dalam orasi di Mata Najwa.

Pernyataan Mardani Ali Sera ini dipatahkan oleh banyaknya netizen di media sosial Twitter yang mengungkap kebenaran aslinya.

Dihimpun dari laman Twitter @PakarLogika menyebutkan bahwa pernyataan Mardani Ali Sera ini tidak tepat.

Pasalnya, yang menjadi orang pertama berwarga negara Indonesia sekaligus wanita pertama di Asia Tenggara yang mendaki dan mencapai puncak Gunung Everest adalah Clara Sumarwati.

Clara Sumarwati berhasil mencapai puncak Gunung Everest, yang merupakan gunung tertinggi di dunia dengan ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut, pada 26 September 1996.

Yang artinya, satu tahun lebih awal jika dibandingkan dengan pernyataan Mardani Ali Sera.

"Clara Sumarwati tercatat sebagai wanita pertama berwarga negara Indonesia & sekaligus wanita pertama di ASEAN yang mencapai puncak tertinggi di dunia, Gunung Everest. Kopassus naik Mount Everest setelahnya pada tahun 1997. Mardani Ali Sera BOHONG!," tulis @pakarlogika.

Untuk menguatkan pernyataan yang ditulis @pakar logika, TribunnewsBogor.com pun mencarinya di situs Everesthistory.com.

Dalam situs tersebut, terlihat jelas nama Clara Sumarwati sebagai orang pertama di Asia Tenggara yang berhasil mencapai puncak Everest pada tanggal 26 September 1996.

Ia berada di urutan ke 88 pada list tahun 1996.

Clara Sumarwati juga tercatat sebagai penakluk Everest ke-836 sejak tahun 1950-an.

Tak hanya itu, nama Clara Sumarwati ini pun tercatat dalam buku Everest karya Walt Unsworth (1999), Everest: Expedition to the Ultimate karya Reinhold Messner (1999).

Atas prestasinya ini jugalah, Clara Sumarwati mendapatkan penghargaan Bintang Nararya dari pemerintah era Soeharto.

Melihat banyaknya masyarakat yang penasaran dengan sosoknya, wanita diduga sebagai Clara Sumarwati ini pun akhirnya menunjukkan dirinya pada publik lewat sebuah video.

Video ini diunggah oleh Agus Suhendar, sekira beberapa jam lalu, Jumat (12/10/2018).

Dalam video tersebut, wanita yang ditulis sebagai wanita pertama di Asia Tenggara yang naik ke puncak Everest menegaskan bahwa dirinya adalah wanita yang mendaki gunung Everest pada tahun 1996 silam.

Lebih lanjut, ia juga mengajak cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno untuk berkunjung ke rumahnya di Yogyakarta.

"Selamat pagi, salam sejahtera untuk bapak Prabowo dan Bang Sandiaga Uno.

Hari ini bang Sandiaga ke Jogja, mampir mas ke tempat saya.

Main bersama- teman-teman dan bercengkrama di halaman rumah saya

Saya wanita pertama ASEAN yang memecahkan rekor sebagai wanita pertama yang mencapai puncak Everest tahun 1996, terima kasih. 2019 Presiden," tutur Clara Sumirwati.

Hingga berita ini dibuat, TribunnewsBogor.com masih mengonfirmasi soal video tersebut pada akun Agus Suhendar.

Pun dilansir dari Wikipedia, wanita kelahiran Jogjakarta, 6 Juli 1967 itu juga mencatatkan diri sebagai pendaki gunung wanita dari Indonesia dan Asia Tenggara pertama yang berhasil mencapai puncak Everest pada tahun 1996.

Akan tetapi, banyak pihak publik Tanah Air  yang menyangsikan torehan prestasi Clara Sumarwati, anak ke-6 dari delapan putera-puteri pasangan Marcus Mariun dan Ana Suwarti.

Pasalnya, saat mencapai puncak Everest, foto yang ditunjukkan Clara Sumarwati ini hanya sedang memegang bendera yang tertancap di puncak. Sama sekali tak menunjukkan wajah dan sosok aslinya.

Akibat banyak yang tak percaya padanya itulah, membuat Clara Sumarwati depresi.

Ia bahkan harus bolak-balik keluar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof dr Soerojo, Magelang. Clara pertama kali masuk dan dirawat di RSJ pada 1997.

Selama di RSJ, dia pun kerap bercerita bahwa dia pernah mendaki Gunung Everest.

Namun, ceritanya kerap diabaikan oleh para tenaga medis karena dianggap hanya sebagai bagian dari khayalannya.

"Kami pun bertambah tidak percaya karena pihak keluarganya sendiri menyangsikan dia pernah mendaki gunung," ujar Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Prof dr Soerojo, Magelang, Bella Patriajaya kepada Kompas.com.

Prestasi Clara dan keberadaannya sebagai sosok istimewa yang pernah mengharumkan nama bangsa baru terungkap pada tahun 2009 saat Clara juga harus masuk RSJ lagi.

Saat itu, ada sejumlah tim penilai pemuda pelopor dari Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga yang datang untuk menilai Poppy Safitri, wakil kontingen Jawa Tengah untuk lomba pemuda pelopor tingkat nasional.

Salah satu aktivitas Poppy adalah mengajar tari di RSJ.

Dalam kunjungan ke RSJ itulah, salah satu anggota tim mengenali sosok Clara.

Sebenarnya pendakian Everest tahun 1996 itu bukan ekspedisi Everest yang pertama bagi Clara.

Pada tahun 1994, ia bersama lima orang dari tim PPGAD (Perkumpulan Pendaki Gunung Angkatan Darat) berangkat tetapi hanya mampu mencapai ketinggian 7.000 meter karena terhadang kondisi medan yang teramat sulit dan berbahaya di jalur sebelah selatan Pegunungan Himalaya (lazim disebut South Col).

Kegagalan mencapai puncak ini justru membuat Clara Sumarwati semakin penasaran dan bercita-cita untuk mengibarkan Merah-Putih di puncak Everest pada 17 Agustus 1995, tepat 50 tahun Indonesia merdeka.

Sebanyak 12 perusahaan ia hubungi waktu itu untuk mendapatkan sponsor.
Biaya yang ia butuhkan tidak sedikit, mencapai Rp 500 juta, karena memang segitulah biaya yang harus dikeluarkan siapa pun yang ingin mencapai puncak Everest waktu itu.

Tidak ada jawaban. Menurut Clara, bahkan ada pihak perusahaan yang meragukan kemampuannya sehingga enggan memberi sponsor.

Salah satu pihak yang ia hubungi untuk sponsor adalah Panitia Ulang Tahun Emas Kemerdekaan Republik Indonesia, yang dibawahi Sekretariat Negara.

Clara dipanggil menghadap pada bulan Agustus 1995 dan mendapat konfirmasi bahwa Pemerintah bersedia mensponsori ekspedisinya.

Sertamerta Clara menjadwal-ulang ekspedisi yang seharusnya memancang bendera Indonesia pada tahun 1995.

Ia mencanangkan ekspedisi berangkat pada tahun berikutnya, pada bulan Juli 1996.

Ternyata pengunduran jadwal itu mempunyai makna tersendiri karena pada tahun 1995 itu terjadi badai dahsyat di Himalaya yang menewaskan 208 pendaki dari berbagai negara.

Clara memilih jalur utara pada pendakian 1996. Jalan pendakian di jalur utara lebih panjang dan cukup menanjak.

Untuk menuju puncak harus melalui tangga yang terdiri tiga step. Tiap hari, Sherpa memeriksa rutenya. Mengingat hujan salju terus turun sehingga menutup jalur yang dilalui tali.

�Kesulitannya melawan cuaca. Suhunya sampai minus 40-45. Kami seperti beruang salju,� kata Clara di Tempo.co



Akhirnya, hanya Clara yang berhasil mencapai puncak dalam tim itu. Dia dibantu lima Sherpa. Anggota tim lainnya menunggu di tenda.

Momentum itu yang mencatatkan Clara sebagai perempuan Indonesia dan Asia Tenggara pertama yang menaklukkan puncak Everest.

Beberapa foto menunjukkan Clara dengan pakaian pendakian yang tebal berwarna merah tengah membentangkan bendera Merah Putih.

Foto yang lain menunjukkan Clara membentangkan gambar Presiden Indonesia masa itu, Soeharto.

Clara pun mendapat penghargaan Bintang Naraya dari Soeharto.


sumber isi berita: tribunnews.com

0 comments

Post a Comment

close